Jendela Kecil

Saat ketika warna mengetukkan tintanya; kau tersadar dan tersenyum kepadanya.

Minggu, 26 Februari 2017

Tanda Koma

Sayang, kenapa menangis ?
Matahari masih bersinar dan bulan tetap purnama
Manusia masih melintas dan lentera belum lagi padam
Sayang, kenapa menangis ?

Sayang, kenapa berduka ?
Bapakmu belum kembali
Jangan buat ia melihatmu begini
Kemari, Nak, kemari
Sayang, kenapa berduka ?

Nak, hapus air matamu
Air mata memang bukti kekuatanmu
Tapi ia seharga permata
Harus dijaga
Jangan kau buang percuma
Mari, hapus air matamu

Nak, pulanglah sekarang
Rumahmu tidak pernah berubah
AnakKu akan tetap jadi anakKu
Tak ada yang berhak menuduh atasmu
Nak, mari 
Gandeng tanganKu
Tunggu Ayahmu pulang
Kemari ke pelukanKu
...

Puisi Anak-Anak

Aku punya mimpi !
Menjadi penari;
Meliuk dan berputar
Di atas lantai layar perak
Meloncat ! Menunduk !

Ah!! Tetapi penulis tak buruk 
Berangan
Menciptakan cinta
Di bawah lengkuhan atap serambi rumah

Bagaimana jadi pahlawan ?!
Mengalahkan si jago merah ?! 

Tapi Bunda bilang dokter..
Lalu ayah minta itu,
Duh! Apa ya itu...
Ahh!! Propesor !
Susah kali kata itu...

Ucap Ibunda Guru,
"Hanya boleh satu"

Ah ! Tak mau !
Ah ! Aku mau pula yang itu

Tak boleh dua, Ibunda ?
Tak boleh tiga ?

Ah! Ibunda !
Aku masih kecil katanya
Bolehkah dapat lima ?
...

Surat Malam Ini

Selamat malam sahabat
Aku ingin menulis untukmu

Aku terkejut seketika,
Akan pesan dan kesanmu

Kukira selama ini baik-baik saja

Apa aku berubah ?
Atau sahabatkah yang berubah ?
Atau memang inikah adanya ?

Kusisipkan salam penutup
Untukmu sahabat

Malam masih panjang
Tapi pagi harus datang

Sebab ku percaya pada iman,
Maka ku serahkan semuanya sekalian

Kusembahkan pada yang di atas
Ku simpan harapan untuk esok pagi
...

Sabtu, 25 Februari 2017

Petak Umpet

Aku jatuh cinta pada senja ini
Aku  bernyanyi
Bersama alun angin mendayu
Matahari dan aku
Bermain petak umpet
Berlindung, bersembunyi
Di belakang Bang Awan

Mereka bilang gerimis mempercepat kelam
Tetapi untukku,
Gerimis menyembunyikan terang

Bila hitungan telah sampai angka sepuluh
Aku dan matahari 'kan bertukar peran

Di bawah atap
Dibalik dinding
Menunggu untuk ditemukan
...

Special Thanks : (Alm.) Chairil Anwar

Kepadamu

Kawanku pada pintu,
Kala waktu menemukan kita
Aku menjadikanmu tempat bersandar
Dan kita menikmati waktu bersama

Sahabat kala menunggu
Sahabat t'lah tampak lelah
Aku untuk mu sahabat

Baiklah aku bersabar
Karena aku merasa nyaman
Dan aku menghabiskan usia denganmu

Sahabat lalu kau pergi
Ketika wajah kupalingkan
Kau menari sembunyi

Kau titipkan jasadmu
Kau sembahkan air mata dukamu

Pun sahabat,
Kita belum sempat bertukar salam
...

Senja (pertama)

Setiap sore di desa akan selalu sama. Ketika angin berhembus sepoi-sepoi dan sesekali terdengar mesin motor yang lewat di depan rumah. Matahari menyinari bumi sambil berusaha dihalangi awan yang tergantung rendah di atmosfer. 

Di saat sore seperti inilah, rutinitas seseorang bisa berubah sewaktu-waktu. Yoan mengira bahwa sore ini akan berjalan baik, maka ia memutuskan untuk pergi keluar. Ia keluarkan motor Honda hitam miliknya, motor keluaran tahun 2008-nya dari pagar rumah berupa bambu yang diikat jadi satu itu.

Pagar bambunya ia dorong hingga terdorong ke sebelah kiri, sambil perlahan ia keluarkan motornya ke jalan tanah. Setelah yakin bahwa semua bagian motornya telah keluar dari batas pagar dan tidak menghalangi jalur pintu, ia tutup perlahan ikatan bambu itu meskipun sambil tersaruk-saruk dengan tanah. Selesai, segera ia bersiap berangkat setelah menyalakan mesin dan naik.

Ia berkendara perlahan dengan motornya, sambil menikmati hembusan angin, juga sambil menyapa beberapa tetangga yang ia kenal; Pak Gan dengan puluhan burung bersuara emasnya, Bu Sur yang sedang mengeringkan kerupuk di depan rumah, juga si kembar Ina-Ani dengan kucing mereka Gempul di kebun pisang samping rumah pak RT.

Semuanya berlalu bersamaan dengan motor Yoan yang mulai meninggalkan tanah desa dan masuk ke daerah bukit di ujung utara kampung halamannya.
...

Hujan Podok Cina

Saudara-saudaraku tidak selalu punya tempat berlindung
Kereta saudaraku juga tidak selalu tersedia di stasiun
Bila saudaraku punya sahabat 
Mereka dapat berpayung berdua
Bila sahabat punya rejeki
Jalan ke rumah bisalah pulang
Tapi banyak pula yang meniti langkahnya sendiri-sendiri
Sepetak sepetak berhati-hati
Yang tak ragu dan kuat tak'kan berlari
Kadang kala kau melihat saudaramu
Kau sapa atau tak sapa
Atau hanya melihat dari kursi dudukmu
...